Lokasi berada sekitar 400 meter dari pantai yang sekarang, yang mungkin dahulunya wilayah situs ini masih merupakan pinggir pantai. Lalu, secara tidak sengaja mereka, para penggali tambak garam tersebut menemukan bangkai perahu kuno yang kemudian wilayah situs itu dikenal dengan nama Situs Kapal Punjulharjo
Dari hasil identifikasi, jenis kapal berasal dari sekitar abad ke 7 dan 8 setara dengan pembangunan Candi Borobudur. Ini adalah penemuan kapal kayu yang paling komplit dan bisa jadi yang tertua di Indonesia!
Dan penemuan tersebut terlengkap di Asia Tenggara karena kondisi kapal tersebut pada lambung bawahnya masih utuh, dibanding temuan di sejumlah wilayah lain seperti di Sumatera dan juga di negara lain seperti di Malaysia dan Filipina.
Perahu Punjulharjo memberi pengetahuan bagaimana teknologi itu digunakan, mulai dari papan-papan yang dilengkapi dengan tambuku yaitu tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang untuk mengikat berbentuk kotak.
Juga ditemukan materi lain pembentuk perahu seperti gading-gading gajah yang membuat bentuk melengkung dibagian lunas perahu, ikatan antara papan dengan gading pada tambuku, bagian haluan, bagian buritan, lunas, dan ditempat lainnya.
Bersamaan dengan perahu kuno tersebut, didalamya juga ditemukan pula kapak, tulang, tongkat ukir, tutup wakul dari kayu, pecahan mangkuk dan tembikar lainnya, juga tempurung kelapa serta kepala patung dari batu.
Dengan keberadaan tersebut sudah pasti Situs Kapal Punjulharjo merupakan aset Nasional, bukan hanya daerah, dan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Seperti yang dikatakan oleh peneliti dari Perancis yang ikut meneliti, Prof. Pierre Y Manguin, bahwa Situs Kapal Punjulharjo sangat spektakuler, terutuh yang pernah ada.
Perahu tersebut juga bukan karena karam atau tenggelam, melainkan ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja. “Mungkin karena sudah tua pada waktu itu”, jelas Manguin.
“Oleh karenanya, bangkai perahu tersebut tidak mudah hancur karena rendaman air laut seperti pada situs perahu-perahu kuno ditempat lain”, tambahnya.
Sepakat dengan Manguin adalah Siswanto, Kepala Balai Yogyakarta. Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.
Pasalnya, situs perahu sebelumnya hanya tinggal beberapa papan dan tidak berbentuk perahu utuh seperti di Punjulharjo, Rembang ini. Pada tahun 2009 lalu, para peneliti kembali melakukan penelitian lanjutan disitus tersebut.
SITUS KAPAL REMBANG LEBIH TUA DARI BOROBUDUR
Lokasi temuan perahu kuno di desa Punjulharjo yang kemudian dinamakan Situs Punjulharjo sejak tanggal 17-25 Juni 2011 lalu, untuk kesekian kalinya telah diteliti kembali oleh tim dari Balai Arkeologi Jogyakarta yang masih melibatkan seorang arkeolog dari Perancis tersebut.
Peneliti dari Perancis, Prof. Pierre Y. Manguin (courtesy: situskapaltua.blogspot)
Penilitian difokuskan pada desain dan teknologi yang digunakan untuk membuat perahu, guna menentukan dari mana asal perahu.
Ketua Tim Peneliti Novida Abas ditemui di sela-sela kegiatan menjelaskan perahu situs Punjulharjo termasuk kuno. Dari hasil carbon dating diketahui berasal dari abad ke-7 atau 1.300 tahun yang lalu.
“Penelitian lebih fokus seputar desain grafis perahu sedetail-detailnya untuk selanjutnya akan dilakukan rekontruksi bentuk aslinya,”ujar Novida.
Sementara itu arkeolog Perancis Pierre Manguin saat ditemui menjelaskan perahu yang ditemukan identik dengan temuan perahu lain di wilayah Asia Timur dan Tenggara sehingga dinamakan Perahu Nusantara.
Situs Punjulharjo menurutnya spektakuler seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena perahu yang ditemukan masih cukup utuh sehingga membantu tim peneliti mengungkap daerah asal dan tujuan perahu berlayar.
“Seperti yang kami teliti beberapa temuan sebelumnya, biasanya perahu tenggelam dan menyiskan potongan papan saja. Situs Punjilharjo spektakuler karena masih utuh,” ungkapnya.
Novida sendiri menambahkan, tim peneliti yang dipimpinnya hanya melakukan uji konstruksi dan usia perahu. Sedangkan pengangkatan dan rekonstruksi akan dilakukan tim lain yang kompeten di bidangnya.
Kepala Balai Yogyakarta, Siswanto saat dihubungi terpisah menjelaskan perahu kuno berusia jauh lebih tua dibandingkan Candi Borobudur yang dibangun pada sekitar abad ke-9 Masehi.
Beberapa bulan lalu, sampel kayu perahu yang dikirim ke Amerika untuk diteliti melalui teknologi carbon dating telah keluar. Hasilnya laboratorium menyatakan positif sampel itu berasal dari abad ke 7 Masehi atau sekitar era Mataram Hindu.
Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.
PATUNG ETNIS CINA DAN TONGKAT KOMANDO
Penemuan kapal di Punjulharjo memiliki nilai lebih setelah ditemukannya benda-benda lain yang ada di dalam kapal kuno tersebut.
Benda-benda itu adalah sebuah tongkat yang masih baik, kepala patung batu bercorak perempuan, berbagai macam pecahan keramik dan tulang pinggul, serta tulang-tulang lain yang sudah hancur dan dikuburkan kembali di lokasi.
Artifak-Artifak dari kapal di Punjulharjo
Untuk kepala patung, Lurah Punjulharjo menyebutkan bercorak etnis China. Sedangkan tongkatnya semacam tongkat komando.
Dilihat dari benda-benda yang tidak biasa itu, dimungkinkan pemilik dari benda-benda tersebut bukanlah orang biasa, tapi semacam prajurit.
Demi keamanan agar benda-benda temuan itu tidak hilang, maka secepatnya Kades Punjulharjo menyerahkan temuan warga tersebut kepada Pemda Rembang, untuk dijadikan bukti pertama akan kebenaran penemuan situs tersebut.
SITUS KAPAL PUNJULHARJO, SATU-SATUNYA BUKTI INDONESIA NEGARA MARITIM
Penemuan kapal yang diperkirakan peninggalan abad 7-8 masehi menurut Prof. PY Manguin seorang ahli kapal dunia dari Perancis merupakan satu-satunya bukti sejarah yang ada bahwa Indonesia adalah Negara Maritim.
Menurut Siswanto salah seorang peneliti, penelitian hingga tanggal 25 Juni 2009, diharapkan bisa merekonstruksi ulang teknik pembuatan perahu Situs Kapal Punjulharjo yang sambungan antar kayunya hanya direkatkan dengan tali ijuk.
Bisa dikatakan bahwa komponen dan konstruksi pada bagian dalam kapal berteknologi rumit. Dan teknologinya berciri khas Asia Tenggara namun tampak nyaris sempurna di situs ini.
Kapal Borobudur, Samudera Raksa sedang berlayar di Tanjung Priok, Jakarta (2003). dalam Ekspedisi Cinnamon. Dari Jawa hingga ke Accra, Ghana di pantai barat benua Afrika, membuktikan bahwa hal tersebut memang terjadi bagi kapal tradisional dengan cadik ganda persis seperti awal abad 8 Masehi yang tergambar pada relief di Candi Borobudur. Namun sebelumya terlebih dahulu akan berlayar ke Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) di Afrika Selatan kemudian barulah ke Accra di Afrika Barat. Beberapa saintis percaya kapal ini dibuat oleh orang Indo-Melayu kuno.
Perahu ini adalah perahu berciri-khas Nusantara dan dari besarnya, perahu ini berbobot sekitar 60 ton serta dapat diawaki oleh 12-24 orang awak kapal.
Perahu ini terdiri dari beberapa komponen kayu yang terdiri dari kayu papan untuk dinding dan lunas perahu, pasak, lalu lengkung kapal menggunakan gading gajah, tambuku, tali ijuk dan stringer.
Uji laboratorium menunjukkan sample jenis kayu yang digunakan untuk membuat perahu kuno ini juga ada beberapa macam, diantaranya kayu Nyatok berupa papan untuk lambung perahu, kayu Putih untuk pasak, dan kayu Kuling untuk stringer.
Kayu-kayu tersebut banyak berada di wilayah Asia Tenggara khususnya di pulau Sumatera dan di pulau Kalimantan.
KAPAL AKAN DIAWETKAN
Kapal kuno di situs Desa Punjulharjo, Kecamatan Kota Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, akan segera direndam dengan cairan kimia jenis polietilen glikol (PEG) untuk mengawetkan.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Kabupaten Rembang Edi Winarno mengatakan perendaman situs produk abad ke-7 Masehi tersebut dilakukan dengan cairan kimia jenis PEG 40. Waktu yang diubutuhkan untuk itu selama satu hingga dua tahun.
“Kapal kuno tersebut akan ditempatkan dalam ‘cangkang’ (sejenis bejana besar) dan direndam dalam 72.000 liter cairan PEG 40. Perendaman ini untuk mengeluarkan kadar air dari dalam kayu kapal,” katanya.
Dia menyebutkan cairan PEG 40 sebanyak 72.000 liter tersebut senilai Rp. 2,3 miliar. Setelah perendaman pertama selesai dilakukan, maka kapal akan diangkat dan direndam kembali dalam cairan kimia jenis polietilen glikol (PEG) 4000.
“Kali ini, perendaman dimaksudkan untuk mengisi pori-pori dalam kayu kapal kuno tersebut. Waktu perendaman sama, yakni antara satu hingga dua tahun,” kata dia.
Perendaman kapal kuno dengan cairan kimia, kata Edi, merupakan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Konservasi Borobudur Magelang, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, dan Balai Arkeologi Yogyakarta untuk mengawetkan situs kapal kuno tersebut.
“Baik pada perendaman pertama dan kedua, cairan PEG yang diperlukan masing-masing sebanyak 72.000 liter atau senilai dua kali Rp2,3 miliar,” kata dia.
Menurut Edi, berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengawetan kapal kuno menggunakan cairan kimia jenis PEG lebih efektif dibandingkan menggunakan cara lain.
“Pengawetan dengan cairan kimia jenis PEG cukup dengan dua kali perendaman itu. Sementara, pengawetan dengan penyemprotan alkohol atau perlakuan temperatur dinilai terlalu mahal.”
“Penyemprotan dengan alkohol misalnya, harus dilakukan secara terus menerus atau secara reguler sepanjang masa,” kata dia.
Ia mengatakan, karena pengawetan kapal kuno memerlukan waktu hingga empat tahun, maka pembangunan museum bahari terpadu di kawasan situs kapal kuno Punjulharjo baru akan bisa diselesaikan paling cepat 2017.
“Kami berharap, selama masa perendaman dan pembangunan museum, para arkeolog dan antropolog bisa mendampingi pelaksana pembangunan. Ini penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam pembangunan museum tersebut,” katanya.
Dia mengungkapkan, pengawetan (perendaman kapal kuno dengan cairan kimia jenis PEG) akan dilakukan pada awal 2012.
“Karena itu, saat ini, kami masih fokus menjaga kelembaban situs kapal kuno dengan merendamnya dalam air dan menutupnya dengan kain. Ini untuk melindungi sementara situs dari kerusakan. Sebab, jika kering, situs kapal akan mudah rusak,” kata dia.
Dia menambahkan, sembari pengawetan dilakukan, Pemerintah direncakan mulai membangun museum bahari terpadu berskala nasional itu pada akhir 2012. (antara)
PERAHU JANGAN DIPINDAH
Balai Arkeologi Yogyakarta juga meminta agar perahu kuno yang ditemukan di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tidak dipindahkan. Pemindahan perahu itu dapat menghilangkan nilai historis perahu dan lokasi temuan.
Hal itu dikemukakan Kepala Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta Siswanto ketika berkunjung di situs Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Februari 2012.
Salah satu artefak: Fragmen Arca / Kepala Patung Batu, yang ditemukan di peranu kuno Punjulharjo.
Menurut Siswanto, berdasarkan hasil uji sejumlah sampel perahu, kayu dan tali ijuk, di Amerika Serikat, perahu Punjulharjo berasal dari abad VII. Lokasi temuan berada di tambak yang dahulu diduga pantai.
“Perahu itu termasuk benda cagar budaya bergerak. Namun kami merekomendasikan jangan sampai perahu itu dipindah untuk mempertahankan kesejarahannya,” kata dia.
menambahkan, Balar mengusulkan agar perahu diawetkan di lokasi. Setelah itu, posisi perahu bisa ditata di dalam air atau diangkat ke permukaan air dengan syarat tidak boleh jauh dari lokasi temuan.
Perahu kuno itu ditemukan sejumlah warga Desa Punjulharjo akhir Agustus 2008. Perahu kuno yang kurang lebih masih utuh sekitar 70 persen itu memiliki panjang sekitar 17 meter dan lebar lima meter.
Di dalam perahu itu ditemukan kepala arca wanita berparas etnis Tionghoa yang terbuat dari batu, patahan tongkat kayu sepanjang sekitar 40 sentimeter, tulang manusia, dan sejumlah peralatan dapur. Saat ini, benda-benda itu diamankan Pemkab Rembang. (Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar