Palembang Balai Arkeologi Palembang kembali menemukan perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat jembatan.
Kepastian perahu kuno itu berdasarkan survei yang dilakukan tim Balai Arkeologi Palembang pada 20-21 Maret 2012 lalu. Tim terdiri dari Aryandini Novita, Retno Purwanti, Muhammad Nofri Fahrozi, Dewi Patriana, Hendra Santoso, serta didampingi Kepala Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti.
"Survei ini dilakukan berdasarkan laporan Madarhan (41), seorang guru, yang datang ke kantor kami tahun 2010 lalu. Madarhan melaporkan seorang warga Desa Sungai Pasir bernama Sadi (55) saat mencari limbah kayu tahun 2009 menemukan sisa-sisa papan perahu kuno, tali ijuk, fragmen tembikar, keramik, dan alat kayu,” jelas Nurhadi Rangkuti kepada detikcom, Sabtu (24/03/2012).
Setelah dilakukan survei ternyata sisa perahu itu merupakan perahu kuno berbahan kayu yang diangkat dari sungai oleh penduduk. Setelah sempat terserak di permukaan tanah, kini sebagian dibenamkan lagi ke dalam sungai. Yang menyedihkan, sebagian papan-papan perahu itu difungsikan untuk jembatan atau jerambah.
Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. "Menurut penduduk, ditemukan juga bagian kepala depan perahu yang berbentuk dua pedang, namun sekarang telah hilang," kata Nurhadi.
Perahu ini dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara.
"Jenis perahu semacam ini ditemukan di Pontian, Malaysia, yang berasal dari abad ke-4 Masehi. Di Indonesia, perahu tradisi Asia Tenggara ditemukan di Jambi, sejumlah wilayah di Sumatera Selatan seperti Air Sugian, Tulung Selapan, Mariana, kapal karam di Cirebon, dan Punjulharjo di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pertanggalan perahu-perahu tersebut mulai dari abad ke-7 Masehi sampai abad ke-13 Masehi. Perahu-perahu tersebut dikaitkan dengan masa Kerajaan Sriwijaya," jelasnya.
Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat kayu. "Tembikar yang ditemukan berupa fragmen tungku (keren), tetapi sekarang telah hilang dan penduduk tidak ada yang menyimpan lagi," tandasnya.
Sementara jenis keramik yang masih disimpan penduduk adalah satu fragmen tepian sampai pundak dari bentuk guci. Pada bagian pundak terdapat goresan yang membentuk tulisan Cina, tetapi belum diketahui artinya.
Artefak kayu yang ditemukan berbentuk alu (antan) dan centong. Alu ini berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian tengah. Tinggi alu 136 centimeter. Belum diketahui secara pasti fungsi artefak tersebut dalam perahu.
Lalu sebuah centong yang ditemukan berukuran panjang keseluruhan 21 centimeter yang terdiri dari bagian pegangan dan bagian sendok. Bagian atas pegangan terdapat pahatan wajah figur manusia. Digambarkan dahi menonjol, hidung lebar, mata cekung dan bibir tebal.
(tw/mok)
Kepastian perahu kuno itu berdasarkan survei yang dilakukan tim Balai Arkeologi Palembang pada 20-21 Maret 2012 lalu. Tim terdiri dari Aryandini Novita, Retno Purwanti, Muhammad Nofri Fahrozi, Dewi Patriana, Hendra Santoso, serta didampingi Kepala Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti.
"Survei ini dilakukan berdasarkan laporan Madarhan (41), seorang guru, yang datang ke kantor kami tahun 2010 lalu. Madarhan melaporkan seorang warga Desa Sungai Pasir bernama Sadi (55) saat mencari limbah kayu tahun 2009 menemukan sisa-sisa papan perahu kuno, tali ijuk, fragmen tembikar, keramik, dan alat kayu,” jelas Nurhadi Rangkuti kepada detikcom, Sabtu (24/03/2012).
Setelah dilakukan survei ternyata sisa perahu itu merupakan perahu kuno berbahan kayu yang diangkat dari sungai oleh penduduk. Setelah sempat terserak di permukaan tanah, kini sebagian dibenamkan lagi ke dalam sungai. Yang menyedihkan, sebagian papan-papan perahu itu difungsikan untuk jembatan atau jerambah.
Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. "Menurut penduduk, ditemukan juga bagian kepala depan perahu yang berbentuk dua pedang, namun sekarang telah hilang," kata Nurhadi.
Perahu ini dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara.
"Jenis perahu semacam ini ditemukan di Pontian, Malaysia, yang berasal dari abad ke-4 Masehi. Di Indonesia, perahu tradisi Asia Tenggara ditemukan di Jambi, sejumlah wilayah di Sumatera Selatan seperti Air Sugian, Tulung Selapan, Mariana, kapal karam di Cirebon, dan Punjulharjo di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pertanggalan perahu-perahu tersebut mulai dari abad ke-7 Masehi sampai abad ke-13 Masehi. Perahu-perahu tersebut dikaitkan dengan masa Kerajaan Sriwijaya," jelasnya.
Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat kayu. "Tembikar yang ditemukan berupa fragmen tungku (keren), tetapi sekarang telah hilang dan penduduk tidak ada yang menyimpan lagi," tandasnya.
Sementara jenis keramik yang masih disimpan penduduk adalah satu fragmen tepian sampai pundak dari bentuk guci. Pada bagian pundak terdapat goresan yang membentuk tulisan Cina, tetapi belum diketahui artinya.
Artefak kayu yang ditemukan berbentuk alu (antan) dan centong. Alu ini berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian tengah. Tinggi alu 136 centimeter. Belum diketahui secara pasti fungsi artefak tersebut dalam perahu.
Lalu sebuah centong yang ditemukan berukuran panjang keseluruhan 21 centimeter yang terdiri dari bagian pegangan dan bagian sendok. Bagian atas pegangan terdapat pahatan wajah figur manusia. Digambarkan dahi menonjol, hidung lebar, mata cekung dan bibir tebal.
(tw/mok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar