Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
"Aku pada mulanya harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal maka Kuciptakanlah makhluk dan melalui Aku mereka pun kenal pada-Ku.” (Hadits Qudsi)
Dalam artikel terdahulu telah dibahas alam Jabarut, suatu alam tertinggi di antara seluruh alam yang ada. Ia sudah masuk ke dalam tingkatan alam gaib mutlak. Di atas alam ini sudah tidak ada lagi alam, adanya hanya martabat atau maqam yang tidak bisa lagi disebut dengan alam dalam arti apa pun selain Allah (ma siwa Allah).
Martabat di atas alam Jabarut biasanya disebut dengan entitas yang tidak berubah (al-A’yan ats-Tsabitah/immutable entities). Al-A’yan ats-Tsabitah sudah masuk dalam level pembahasan yang tinggi dan tidak banyak ditemukan di dalam buku-buku tasawuf populer.
Konsep terperinci tentang al-A’yan ats-Tsabitah hanya bisa ditemukan di dalam karya-karya Ibnu Arabi, seperti di dalam Fushush al-Hikam dan Futuhat al-Makkiyyah (empat jilid). Selain pembahasannya amat rumit boleh jadi juga tidak menarik, karena sepintas tidak memberikan manfaat secara instan kepada pencari Tuhan di level pragmatis.
Namun, justru materi-materi seperti itu amat dibutuhkan bagi mereka yang menginginkan kedalaman hakikat dan makrifat. Untuk mengenal Tuhan lebih mendalam memang tidak mudah. Menurut Jalaluddin Rumi, bukan Tuhan pelit untuk memperkenalkan dirinya, melainkan ”apa arti sebuah gelas untuk menampung samudra”.
Kapasitas memori akal kita terbatas diumpamakan seperti gelas untuk memuat ilmu Tuhan yang diumpamakan samudra. Dalam Alquran dikatakan, "Katakanlah (Muhammad), seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109).
Al-A’yan ats-Tsabitah secara harfiah berarti entitas-entitas yang tetap (immutable entities). Al-A’yan bentuk jamak dari 'ain berarti entitas dan ats-Tsabitah berarti tetap, tidak berubah-ubah. Disebut entitas-entitas tetap karena keberadaannya masih bersifat potensial dan tersembunyi dalam pengetahuan Tuhan.
Berbeda dengan level alam yang sudah merupakan keberadaan konkret atau aktual. Keberadaan yang terakhir ini tidak lagi disebut entitas tetap karena sudah bersifat aktual dan menerima perubahan. Keberadaan potensi dan keberadaan aktual di sini tidak bisa disamakan dengan konsep Platonisme yang juga mengenal dunia ide dan dunia nyata.
"Aku pada mulanya harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal maka Kuciptakanlah makhluk dan melalui Aku mereka pun kenal pada-Ku.” (Hadits Qudsi)
Dalam artikel terdahulu telah dibahas alam Jabarut, suatu alam tertinggi di antara seluruh alam yang ada. Ia sudah masuk ke dalam tingkatan alam gaib mutlak. Di atas alam ini sudah tidak ada lagi alam, adanya hanya martabat atau maqam yang tidak bisa lagi disebut dengan alam dalam arti apa pun selain Allah (ma siwa Allah).
Martabat di atas alam Jabarut biasanya disebut dengan entitas yang tidak berubah (al-A’yan ats-Tsabitah/immutable entities). Al-A’yan ats-Tsabitah sudah masuk dalam level pembahasan yang tinggi dan tidak banyak ditemukan di dalam buku-buku tasawuf populer.
Konsep terperinci tentang al-A’yan ats-Tsabitah hanya bisa ditemukan di dalam karya-karya Ibnu Arabi, seperti di dalam Fushush al-Hikam dan Futuhat al-Makkiyyah (empat jilid). Selain pembahasannya amat rumit boleh jadi juga tidak menarik, karena sepintas tidak memberikan manfaat secara instan kepada pencari Tuhan di level pragmatis.
Namun, justru materi-materi seperti itu amat dibutuhkan bagi mereka yang menginginkan kedalaman hakikat dan makrifat. Untuk mengenal Tuhan lebih mendalam memang tidak mudah. Menurut Jalaluddin Rumi, bukan Tuhan pelit untuk memperkenalkan dirinya, melainkan ”apa arti sebuah gelas untuk menampung samudra”.
Kapasitas memori akal kita terbatas diumpamakan seperti gelas untuk memuat ilmu Tuhan yang diumpamakan samudra. Dalam Alquran dikatakan, "Katakanlah (Muhammad), seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109).
Al-A’yan ats-Tsabitah secara harfiah berarti entitas-entitas yang tetap (immutable entities). Al-A’yan bentuk jamak dari 'ain berarti entitas dan ats-Tsabitah berarti tetap, tidak berubah-ubah. Disebut entitas-entitas tetap karena keberadaannya masih bersifat potensial dan tersembunyi dalam pengetahuan Tuhan.
Berbeda dengan level alam yang sudah merupakan keberadaan konkret atau aktual. Keberadaan yang terakhir ini tidak lagi disebut entitas tetap karena sudah bersifat aktual dan menerima perubahan. Keberadaan potensi dan keberadaan aktual di sini tidak bisa disamakan dengan konsep Platonisme yang juga mengenal dunia ide dan dunia nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar